Lamsel, – Puluhan warga Desa Hara Banjar Manis, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, pada hari Senin (11/8/2025), mendatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Kalianda.
Mereka melaporkan Kepala Desa Syahrudin atas dugaan korupsi yang ditaksir merugikan negara hingga Rp700 juta lebih.
Laporan itu tidak main-main. Dipimpin tokoh pemuda Arham Alfiyadi, mahasiswa hukum sekaligus pegiat hukum, warga membawa dokumen dan bukti yang mereka klaim cukup lengkap. Salinan laporan bahkan dikirim ke Kejati Lampung, Kejaksaan Agung RI, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Skandal Dengan ketentuan dugaan korupsi Dana APBDes, tahun 2022–2025, Dana Bantuan KBR, dan Dana Bantuan PT3TGAI sebesar Rp611.075.344, dan pemotongan Upah/Gaji, 10 orang sebesar 300 ribu perbulannya dikalikan selama 39 bulan sehingga total pemotongan Upah/Gaji para aparat desa itu sebesar Rp117.000.000.
Arham mengungkap bahwasanya, dugaan penyelewengan sudah berlangsung lama, sejak tahun 2022 hingga 2025.
Modusnya bervariasi: penyalahgunaan APBDes, penyelewengan bantuan pihak ketiga, hingga pemotongan upah dan gaji aparatur desa tanpa dasar hukum.
Proyek Jalan Usaha Tani di Dusun III Lembah Sungkai menjadi salah satu sorotan. Prasasti proyek tahun 2022 mencatat anggaran Rp144.435.620 untuk jalan ukuran 250 x 2,5 x 0,12 meter, plus Rp15.538.000 untuk pembangunan gorong-gorong.
Namun, dokumen APBDes (kode rekening 2.3.12) dan data Dana Desa di aplikasi Jaga justru menampilkan angka lebih rendah: jalan Rp140.475.620 dan gorong-gorong Rp14.538.000. Selisih jutaan rupiah itu diduga sebagai praktik mark-up.
“Pengelolaan dana desa selama ini gelap dan penuh tanda tanya. Laporan ini kami harap jadi pintu masuk untuk membongkar semua kebusukan yang ada,” tegas Arham. Ia memastikan, warga akan mengawal kasus ini sampai vonis.
Di Kejari Kalianda, laporan diterima jaksa Gilang Roka. Pihak kejaksaan berjanji mempelajari berkas, untuk menyelidiki secara mendalam, dan menggandeng Inspektorat untuk menghitung kerugian negara.
Gilang menegaskan, meskipun uang hasil korupsi dikembalikan, proses hukum tidak akan berhenti.
“Pasal 4 UU Tipikor jelas, pengembalian kerugian negara hanya meringankan hukuman, bukan menghapus pidana. Kalau buktinya kuat, kami bawa ke pengadilan,” ujarnya.
Dengan bukti yang dinilai detail dan rinci, warga kini menunggu langkah tegas aparat hukum. Harapan mereka sederhana: pelaku korupsi diseret ke meja hijau, tanpa pandang bulu, demi menjaga marwah dan kepercayaan masyarakat terhadap dana desa.
Reporter: Ifn