Tangerang, -- Proyek jalan provinsi Cisoka–Tigaraksa kini berubah menjadi mimpi buruk bagi masyarakat. Dibiayai dari APBD Provinsi Banten senilai Rp 7.761.631.000, proyek yang seharusnya memperlancar arus transportasi justru membahayakan nyawa pengguna jalan.
Seorang pengendara motor dilaporkan terjatuh dan kini dalam kondisi kritis setelah melintas di area proyek yang tidak dilengkapi rambu peringatan. Korban saat ini dirawat intensif di RS Tobat Balaraja.
“Kasihan, orang itu jatuh karena jalanan licin dan tidak ada rambu. Sekarang kabarnya kritis di rumah sakit,” ungkap Sari ya, warga Kampung Cisoka, dengan nada geram.
Kondisi proyek di lapangan memang jauh dari aman. Separuh badan jalan dibuka, tanpa pengaman dan tanpa penerangan di malam hari. Debu tebal beterbangan, material bangunan menumpuk, dan kendaraan harus bergantian di jalur sempit yang rawan kecelakaan.
Selain mengancam keselamatan, proyek ini juga melumpuhkan ekonomi kecil warga sekitar. Para pedagang di sepanjang jalan Cisoka mengaku pendapatan mereka merosot tajam karena pembeli enggan datang akibat macet dan debu.
“Dulu bisa jual 100 bungkus nasi, sekarang paling 30. Pembeli malas datang, macetnya luar biasa,” keluh pedagang nasi uduk yang berjualan di pinggir jalan proyek.
Kemacetan parah terjadi setiap pagi dan sore, terutama di jam sibuk kerja. Antrean kendaraan bisa mencapai 200–400 meter, dan waktu tempuh warga bertambah hingga setengah jam lebih lama.
Sumber Anggaran APBD Provinsi Banten Tahun 2025 Proyek peningkatan jalan beton Cisoka–Tigaraksa, Nilai Proyek Rp 7.761.631.000 Nilai besar, progres fisik diduga lamban sehingga menimbulkan korban kecelakaan1 pengendara luka berat yang kini kritis di RS Tobat Balaraja Bukti lemahnya pengawasan.
Akibat proyek menimbulkan kemacetan dari 200 hingga 400 meter dari pagi hingga sore hari. Bahkan waktu tempuh bertambah 30 sampai 45 menit dari biasanya. Dampak juga terjadi kepada pedagang yang turun omzet sampai 50 - 70 persen. Pengawasan minim juga kurangnya rambu penerangan saat malam hari bisa berdampak resiko keselamatan pengguna jalan.
Hal ini jadi sorotan Aktivis Bule dari LSM BCW mengecam keras kondisi proyek tersebut. Menurutnya, peristiwa jatuhnya korban hingga kritis adalah bukti nyata gagalnya sistem pengawasan dan tanggung jawab pelaksana proyek publik.
“Kalau proyek sudah makan korban, itu bukan lagi persoalan teknis. Itu bentuk kelalaian dan pelanggaran moral. Pemerintah provinsi harus turun tangan, jangan cuma diam di balik meja,” tegas Bule.
Warga sekitar mengaku sudah kehabisan kesabaran. Mereka mendesak Gubernur Banten dan Dinas PUPR segera meninjau langsung lokasi proyek dan menindak tegas kontraktor yang dinilai lalai.
“Kalau terus begini, kami siap turun ke jalan! Ini proyek bukan buat nyiksa rakyat,” ujar salah satu Warga Cisoka dengan nada tinggi.
Jalan cisoka tigaraksa adalah urat nadi ekonomi warga kabupaten tangerang bagian barat. Jika pengerjaan terus dibiarkan lamban dan berantakan, maka kerugian sosial dan ekonomi akan terus bertambah sementara rakyat kecil yang harus menanggung akibatnya, ungkapnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, Papan proyek memang terpampang dengan jelas, tapi tanggung jawab dan nurani tidak bisa sekadar ditulis. Dengan nilai proyek mencapai Rp 7,7 miliar, publik berhak menuntut pekerjaan yang cepat, aman, dan transparan, tegasnya.
Kini, salah satu korban sudah terbaring kritis di rumah sakit menjadi saksi bisu gagalnya pengawasan publik dan lemahnya tanggung jawab pemerintah provinsi terhadap keselamatan rakyatnya, imbuhnya.
Reporter; Acong FMC