-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan


Iklan

Indeks Berita

Kok Bisa? SPH Jadi Status Kepemilikan Tanah, Kenapa Mereka Yang Mengunakan Data Asli Dalam Pembuatan AJB Tidak Jadi Tersangka

Kamis, 23 Oktober 2025 | 09.33 WIB Last Updated 2025-10-23T02:36:24Z

 

SERANG, — Kuasa hukum terdakwa H.Abdul Kodir Graham bin H. Marhan, mantan Kepala Desa Parigi, menegaskan bahwa perkara dugaan penyerobotan lahan dan pemalsuan dokumen yang dilaporkan oleh PT Langgeng Sahabat tidak memenuhi unsur tindak pidana, Kamis 23 Oktober 2025.


Gland Nussy, SH, M.Si dan Partner (ESP Law Firm) selaku kuasa hukum Abdul Qodir menilai klaim PT Langgeng Sahabat atas lahan yang di sangketakan bersifat sepihak dan tidak sah secara hukum, karena dasar klaim tersebut hanyalah Surat Pelepasan Hak (SPH) yang bukan merupakan bukti kepemilikan tanah.


“Perkara ini pada dasarnya adalah sengketa keperdataan, bukan pidana. PT Langgeng Sahabat mengklaim kepemilikan atas lahan berdasarkan SPH tahun 1990 yang diberikan kepada PT Langgeng Sahabat,” jelas Gland, S.H., kuasa hukum Abdul Qodir, di Pengadilan Negeri Serang, Rabu (22/10/2025).



Gland menegaskan, SPH bukan alat bukti kepemilikan tanah, melainkan hanya pernyataan pelepasan hak yang seharusnya ditindaklanjuti dengan permohonan hak ke BPN. “Sejak tahun 1990 sampai saat ini, PT Langgeng tidak pernah mengajukan permohonan hak atas tanah tersebut, sehingga klaim mereka tidak memiliki dasar hukum yang kuat,” tambahnya.


Menurut Gland, perkara ini bermula dari laporan PT Langgeng Sahabat yang menuduh kliennya melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen, dugaan keterangan tidak valid dalam akta otentik, dan penyerobotan lahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (1), Pasal 266 ayat (1), dan Pasal 385 ayat (1) KUHP.


“Kami melihat penerapan pasal-pasal itu tidak tepat. Unsur Pasal 266 tentang memberikan keterangan tidak benar dalam akta otentik tidak terpenuhi karena pihak-pihak yang menandatangani akta jual beli adalah orang-orang yang hadir secara langsung. Demikian pula Pasal 263 tentang pemalsuan surat, hingga kini belum jelas surat mana yang disebut dipalsukan,” ujar Gland.



Kuasa hukum juga mempertanyakan mengapa pihak-pihak yang secara nyata menandatangani Akta Jual Beli dan menerima uang hasil transaksi tidak dijadikan tersangka.


“Ini hal yang paradoks. Klien kami, yang hanya berperan sebagai Kepala Desa Parigi dan saksi administratif, justru dijadikan terdakwa. Sementara pihak yang menggunakan identitas dan menandatangani AJB serta menerima uang tidak ditetapkan sebagai tersangka,” tambahnya.



Persidangan yang sedianya dijadwalkan pada Rabu (22/10) dengan agenda pemeriksaan saksi dari PT Langgeng Sahabat ditunda karena Ketua Majelis Hakim tengah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)


Reporter: Agus Subrata